Semua orang tahu bahwa Gereja dan Bank adalah dua institusi yang berbeda.
Gereja adalah perkumpulan orang-orang karena Kristus. Sedangkan Bank adalah perkumpulan orang-orang karena kepentingan finansial. Gereja menyebut orang-orang yang berkumpul sebagai umat/jemaat sedangkan kumpulan orang-orang di bank adalah nasabah. Pada Bank, penghargaan kepada nasabah ditentukan oleh seberapa besar modal yang anda tanam. Pada gereja, penghargaan kepada orang ditentukan karena keprihatinan (belarasa). Semakin miskin dan menderitanya seseorang, perhatian gereja harus makin besar. Kalau nilai tabungan anda di bank sedikit anda mendapatkan pelayanan antrian. Tetapi ada tempat khusus bagi nasabah bermodal besar. Bila perlu, Direktur bank harus menemuinya. Mana ada nasabah kelas teri pernah ditemui direktur bank. kecuali sekadar minta sumbangan perayaan 17-an. Di dalam gereja, mereka yang miskin dan menderita patut ditemui dan disentuh. Menghindari orang-orang seperti ini, mencederai gereja sebagi tubuh Kristus.
Gereja tertentu mempunyai slogan, “selamat tinggal kemiskinan”. Slogan ini memicu semangat bergereja memberantas kemiskinan dengan menggalakkan Diakonia gereja. Slogan ini bukan tidak baik. Terlalu mulia. Kemiskinan adalah penyakit yang harus disembuhkan. Tetapi kita tidak akan pernah mengurangi jumlah orang miskin sekiranya struktur kuasa dalam masyarakat dilanggengkan. Dan juga perhatian kita kepada orang miskin dimanipulasi untuk kemewahan diri. Kekuasaan dimanapun selalu bertempramen menindas. Dan orang miskin dan lemah adalah objek paling empuk untuk ditindas. Ini yang membuat Gereja dan Bank sering kali disamakan. Dua-duanya, baik gereja maupun Bank sama-sama kumpul uang. Bank mengumpulkan uang masyarakat dengan menyebutnya tabungan sedang gereja mengumpulkan uang jemaat dan menyebutnya kolekte/persembahan. Modal dengan demikian dijunjung sebagai alat untuk memadatkan kekuasaan dengan alasan prestasi dan kinerja.
Pada Bank, penumpukan modal adalah prestasi. Semakin besar modal ditumpuk semakin nyata keberhasilan para direksi bank. Maka hal yang paling ditakuti oleh Bank adalah rush, yakni penarikan dana secara besar-besaran oleh nasabah yang mengakibatkan modal tergerus dan memicu kebangkrutan. Dalam Gereja, semakin besar uang kolekte ditumpuk semakin buram wajah Kristus. Apalagi pada saat yang sama orang miskin tumbuh bagai cendawan di musim hujan. Maka pada gereja, keberhasilan harus diukur dari seberapa kuat kita menguras bakul modal untuk mengurangi penumpukkan modal demi orang miskin dan menderita. Kalau gereja terlalu bernafsuh menumpuk modal justru melebarkan jalan supaya gereja jatuh ke sekadar bank penumpuk doi jemaat. Cap baru dapat saja digunakan kepada para pekerja gereja. Pendeta adalah direktur bank dan para presbiter adalah telernya.
Wajah utama Kristus di dalam gereja adalah Diakonia. Diakonia adalah pelayanan Kasih yang diselenggarakan untuk mewujudkan cara hidup Kristus di tengah dunia. Yesus saban hari menampilkan diri sebagai yang berbelas kasih. SikapNya terhadap orang miskin, tertindas dan menderita adalah memberi diri untuk menolong. Gereja, dengan demikian menampilkan diri sebagai penolong atas nama Kristus. Wajah diakonia gereja adalah cermin dari wajah Kristus yang sesungguhnya. Kebangkrutan gereja dapat terjadi kalau makin hari gereja mulai meninggalkan orang miskin dan cenderung memperkaya diri sendiri. Kebangkrutan bukan terjadi karena tergerusnya modal tetapi karena gereja keluar dari pakemnya sebagai gereja yang melayani orang miskin dan menderita. GMIT dalam banyak kesempatan selalu menampilkan diri sebagai gereja miskin atau gereja yang orang-orangnya adalah kaum miskin. Tetapi akhir-akhir ini, semangat untuk melayani yang miskin dan menderita makin kabur karena kecenderungan kuat untuk mengurus kemewahan diri. Pada zaman Yesus, kaum Saduki adalah faksi paling mentereng soal penampilan diri. Para imam ini dalam pakaian indah dan mewah, patenteng sebagai orang saleh yang sedang berpraktek di Bait Suci. Tau-taunya, mereka cuma memanfaatkan tameng kesalehan untuk menguras orang miskin demi kemewahan diri. Tabiat ini yang membuat Yesus marah besar dan mengamuk di bait suci, “kamu menjadikan rumah Ku, sarang penyamun!” amin.
Pdt. robert takoy <boytakoy@yahoo.com>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar