Selasa, 30 Desember 2014

DEBU



DEBU
Sukakah kita dengan debu? Saya yakin, tidak! Ia harus disingkirkan. Apalagi di musim panas, debu akan beterbangan memenuhi berbagai tempat karena kondisi alam NTT yang memang memiliki musim kemarau yang sangat panjang. Tetapi debu sangat dinantikan juga. Di awal musim penghujan tahun ini begitu banyak yang menggambarkan tentang nikmatnya debu. Kalau membaca status di media sosial kita akan menemukan berbagai komentar tentang debu di awal musim hujan. Ada begitu banyak yang menikmati debu di musim hujan. Sangat nikmat dan memberikan kesejukan dan pengharapan. Itulah diri kita.
            Kita dibentuk oleh Allah dari debu dan Allah menghembuskan nafas hidup (Kej. 2:7). Debu yang disingkirkan, debu pula yang dibentuk menjadi ciptaan termulia. Debulah yang meberikan pengharapan akan karya Alla selanjutnya di dunia. Debulah yang diberikan tanggungjawab untuk mengelola segenap alam semesta (kej. 2:15). Tetapi harapan pada debu yang berakhir dengan tidak melaksanakan tanggungjawab sesuai perintah (Kej. 3:17). Manusia (debu) jatuh ke dalam dosa. Melakukan melebihi tanggungjawab yang diberikan oleh Tuhan. Debu kembali berada dalam keterpurukkan. Mulai merangkak lagi dari bawah. Dari dirinya sendiri. Karya manusia (debu), dimulai dari debu (tanah) dan akan kembali menjadi debu.
            Mengusahakan debu (tanah dan segenap kekayaannya) adalah mengusahakan kita (manusia). Mengelola tanah, mengelola diri sendiri. Salah mengelola diri melebihi tanggung jawab akan berkibat keterpurukan. Karena itu, janganlah kita kaget dan heran tentang berbagai bencana alam yang menimpa kita. Debu makan debu. Padahal debu itu nikmat, seperti nikmatnya debu yang masuk di hidung di musim hujan, atau halaman yang disiram. Hidupkan diri dalam karya untuk menjadikan tanah, negeri dan segenap ciptaan sebagai kesatuan yang terberkati.

Doa: Tuhan, saya debu. Saya menikmati hasil yang keluar dari debu. Terima kasih untuk berkat-Mu dari debu. Amin (yhb)

Tidak ada komentar: